Newssurya. Com, Rabu (09/10/2024)
kabupaten Nagekeo - Dugaan menggelapkan Dana BumaAd Kecamatan Wolowae, hingga merugikan Negara sebesar 3,7 M di lakukan oleh oknum terduga Direktur Bum antar Desa Kecamatan Wolowae (Yohanes Siga) beserta (Hardianto) dan Meti, sampai saat ini belum menemukan titik terang hasil penyelidikan Polres Nagekeo melalui penyidik, hingga menuai tanda tanya masyarakat, ada apa dengan APH Nagekeo.
Padahal sebelumnya, sudah terang di jelaskan oleh media flores news.com melalui berita online yang di terbitkan pada tanggal 28 Mei 2024 dengan topik "Manejer dan Bendahara Dana Bumcam Kecamatan Wolowae Diduga Terindikasi Temuan Inspektorat" bahkan di tulis dengan jelas pengakuan Kepala Inspektorat Nagekeo (Alex Jata) bahwa Negara di rugikan oleh oknum terduga Direktur,Sekertaris dan Bendahara Dana BumaAd Kecamatan Wolowae.
Di langsir dari media https://www.sergap.id/polres-nagekeo-lidik-dugaan-korupsi-di-bumad-wolowae yang di terbitkan pada hari Sabtu tanggal 20 Juli tahun 2024. Polres Negekeo melakukan upaya pengembangan kasus melalui penyidik. Akan tetapi pantauan masyarakat Nagekeo, kuat dugaan oknum Penyidik Polres Nagekeo menghentikan penyelidikan karena oknum terduga (Yohanes Siga) yang sampai saat ini masih menjabat sebagai Direktur Bum antar Desa Kecamatan Wolowae sudah terpilih menjadi anggota DPR Nagekeo dari partai Gerindra. Sehingga melalui media, masyarakat Nagekeo meminta kepada Kapolri melalui Mabes polri dan Polda NTT agar mengusut tuntas dugaan korupsi Dana BumAd Kecamatan Wolowae Yang Merugikan Negara 3,7 M.
Di rangkuman dari berbagai sumber informasi dan hasil observasi, media newssurya.com membenarkan, adanya dugaan kuat "Dana BumAd Kecamatan Wolowae Sebesar 3,7 M" di gunakan untuk kepentingan pribadi terduga Yohanes Siga, Hardianto dan Meti sebagaimana pengakuan Ketua Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kecamatan Wolowae, Wens Mane menjelaskan kemacetan atau masalah pengelolaan Badan usaha milik Antar Desa (BumAd) di kecamatan Wolowae. Penjelasan ini ada hubungannya dengan pemberitaan media sebelumnya:
1. https://mediafloresnews.com/manejer-dan-bendahara-dana-bumcam kecamatan-wolowae-diduga-terindikasi-temuan-inspektorat/
2. https://www.sergap.id/polres-nagekeo-lidik-dugaan-korupsi-di-bumad-wolowae/.
‘’Saya pada prinsipnya tidak ada niatan apa-apa, karena kalau saya memberikan keterangan pasti ada implikasi sosial, implikasi politik, bahwa kita melakukan manuver tertentu. Untuk saya, ya saya pikir kompetensinya cukup karena saya ini sementara menjabat sebagai ketua BKAD Wolowae yang diangkat tahun 2022 pasca BUM Kecamatan Wolowae diperiksa Inspektorat dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang kurang lebih dilaporkan saldo kas BumAd 12 jutaan’’ ungkap Wens.
Lanjut Wens ‘’Selebihnya waktu LHP kami tidak mendapatkan kopian, ruang sanggahan pun tidak dibuka dan itu dengan jalurnya LHP kalau tidak salah dilanjutkan ke Bupati dan kami tidak mendapatkan rincian itu semua. Mungkin kecamatan menyimpan itu’’.
‘’Pasca LHP, dalam rangka membentuk Bumdes bersama, perintah kementrian supaya kecamatan-kecamatan wajib menghidupkan Bumdes bersama, maka saya dipilih untuk mewadahi desa-desa, kembali membentuk bumdes bersama yang notabene memang bumdes ini sudah mati, jadi posisi saya ada di situ. Saya bukan ketua BKAD zaman Bum antar desa yang dikomandani oleh Yohanes Siga dan teman-teman waktu aktif, Zaman itu BKAD ada di saudara Petrus Pale’’ tambah Wens.
Wens menjelaskan, ‘’titik star kita di Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Terbentuknya Bum antar desa itu kan untuk memberdayakan sekian dana yang tersisa setelah peng akhiran PNPM. Setelah PNPM berakhir di tahun 2014 ada sekian dana gulir yang beredar di kelompok-kelompok yang namanya Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Waktu itu saya masih menjadi kepala desa. Jadi, PNPM bergulir saya sudah menjadi kepala desa, karena saya di dilantik februari 2012. Di zaman itu setelah pergantian rezim di tahun 2014 PNPM dinyatakan diakhiri. Maka ada sekian dana yang tidur di kecamatan Wolowae karena kebanyakan ada di kelompok Simpan Pinjam Perempuan. Karena waktu itu dana tersebut diperuntukan untuk simpan pinjam perempuan. Dari total dana beredar, ada cadangan saldo kas PNPM disebut Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di kecamatan. Merekalah yang memegang kas ini. PNPM ada dua model. Pertama, pembangunan fisik yang dikompetisi di kecamatan untuk dialokasikan di desa-desa untuk membangun rabat, bangun jalan, dll. Kedua, untuk mengelola simpan pinjam perempuan. Jadi pasca pengakhiran, ada dana beredar di kelompok dan ada khas bank. kas bank itu angkanya ada di pengelola, total akumulasi dana bergulir dan cash bank kurang lebih diatas atas 3 miliar. Itu berakhir di 2014’’.
Lanjut Wens, ‘’tahun 2016 perintah dari kementerian desa atau semacamnya, bahwa harus segera dibentuk Bum antar desa. Kami para kepala Desa di kecamatan Wolowae (Desa tendakinde, desa tendatoto,desa totomala, desa anakoli, desa natatoto ) dalam wadah BKAD itu melakukan yang namanya Musyawarah Antar Desa (MAD) membahas ini berujung kepada pembentukan Buma, dengan MAD itu mengangkat saudara Yohanes Siga yang biasa dipanggil Yan Siga menjadi direktur Bum antar desa. Saya masih kepala desa. Secara aturan kalau BumAd bentuknya Koperasi, kami (para kepala desa) adalah komisaris sebagai pemilik modal, sebagai perpanjangan tangan masyarakat desa. Karena itu uang masyarakat. Uang yang sudah beredar di masyarakat dikumpulkan di satu wadah yang namanya bum antar desa untuk kembali dikelola sesuai otoritasnya bum yg baru ini. Jadi rapat itu menjadi domainnya para kepala desa dibawah komando camat. Setelah itu menggelar rapat pengangkatan pembentukan BKAD baru dan dalam rapat yang sama itu langsung mengangkat saudara Yan Siga menjadi direktur bumdes di tahun 2016 sampai sekarang. Karena pasca itu tidak ada rapat pergantian pengurus’’.
Wens menambahkan, ‘’ Seingat saya di kas sekitar 700an juta tetapi yg banyak beredar di desa-desa. Rata-rata mendekati 1 miliar per desa. Jadi kurang lebih 3 miliar itu beredar di 5 desa dan ada 700 juta cash bank. Itu adalah perintah camat karena bum antar desa harus hidup sesuai perintah kementrian dan kalau mau hidup dari mana energy untuk menjalankan unit usaha Bum ini, maka dibentuklah badan penyehatan pinjaman. Kami para kepala desa bersama forkopimcam membentuk sebuah tim besar untuk keliling dari desa ke desa untuk menagih kembali uang-uang. Dan hasilnya luar biasa. Dari situlah bum ini mulai bekerja karena mereka sudah ada kekuatan finansialnya, selain cash bank tadi. Jadi rapat kami sebagai para kepala desa sampai di mengangkat saudara Yan Siga, Meti dan Edi Hardyanto sebagai struktur inti untuk mendampingi Yan Siga sebagai direktur. Masa jabatan sampai kapan tidak pernah diatur karena Waktu itu kita membahas hanya mengangkat kepengurusan bum yang baru’’
Lanjutnya, ‘’Saya mau jelaskan juga tentang duduk BKAD yang diketuai Petrus Pale, dalam penglihatan saya, BKAD hanya sebagai wadah formal yang wajib hukumnya ada untuk mewadahi bum ini tetapi kemudian Dia (Petrus Pale) selalu menjawab bahwa dia tidak tahu segala macam proses itu, karena itu dilangkahi semua oleh Yan Siga. Karena Yan Siga dianggap paling mengerti soal PNPM karena dia punya basic sebagai pendamping PNPM sebagai fasilitator kecamatan (fasca) dan pernah menjadi asisten fasca di Sikka. Maka diangkatlah dia untuk mengelolah bum ini. Jadi BKD itu hanya sebagai boneka saja waktu itu, supaya terkesan ada bum, jadi ada BKAD’’.
‘’Setelah dibentuk di 2016, Yan Siga sebagai direktur yang baru, mengundang desa-desa untuk membahas anggaran dasar, anggaran rumah tangga dengan draft yang sudah disiapkan. Desa-desa diberi ruang untuk memberikan koreksi, masukan-masukan atas draft anggaran dasar anggaran rumah tangga yang mereka siapkan. Kami gelar itu, setelah itu ditutup rapat nya, tanpa penetapan anggaran dasar anggaran rumah tangga. Yang kami bahas itu draft. Kalau draft dibahas, iya. Tetapi tidak pernah ada satu forum yang dibuat sebagai sebuah momen untuk menetapkan anggaran dasar anggaran rumah tangga. Sehingga soal berapa lama masa jabatan direktur bum itu harusnya diatur dalam anggaran dasar anggaran rumah tangga. Tapi itu tidak pernah ditetapkan. bagaimana itu dianggap sah. Tentang Bum ini sampai disini. Dari 2016 sampai sekarang. ‘’
Lanjut Wens, ‘Tahun 2022 setelah LHP Inspektorat, baru digelar lagi 1 rapat evaluasi keuangan yang dihadiri oleh 5 Kepala Desa. Yan Siga dengan data yang sama yang disampaikan inspektorat, disajikan kepada kami para kepala desa dan kami 5 kepala desa serentak menolak laporan itu. Karena waktu LHP Inspektorat, ruang sanggahan tidak diberikan kepada kami para kepala desa. Jadi, setelah pembahasan anggaran dasar anggaran rumah tangga tentang Bum ini yang tahu hanya Yan Siga. Alasan para kepala Desa menolak karena laporannya banyak kejanggalan-kejanggalan. Pertama tentang mengelola dana 3,7 miliar menyisakan saldo 12 juta di kas bum per 2022, adalah sebuah kegagalan besar. hari ini saya tidak jamin bahwa dana itu masih ada. Karena setelah pemeriksaan inspektorat saya mengajukan supaya bum ini dibekukan supaya mereka tidak punya kuasa untuk mengutak-atik, mengelola aset aset Bum. kegagalan itu sudah nyata. Tapi camat tidak pernah membekukan. Mungkin terkendala pada domainnya karena membekukan bum bukan domainnya camat atau BPMD. Sehingga itu tetap dalam kuasa mereka termasuk 1 buah motor verza masih di bendahara bum ini.
‘’Setelah pembentukan, pembahasan anggaran dasar rumah tangga,
desa tidak pernah diajak, BKAD tidak pernah mewadahi desa-desa untuk membahas tentang rencana kerja tahunan, mengatur tentang masa jabatan tidak pernah dibicarakan, mengatur tentang berapa insentif atau apapun yang disebut untuk Apakah gaji atau tunjangan pengurus tidak dibahas. Yang tahu hanya yan siga. mereka menentukan gajinya sendiri, mengelola bum ini atas maunya sendiri. Pertama desa-desa tidak diikutkan dalam merencanakan usaha apa yang mau dikelola yang harusnya dituangkan dalam rencana kerja tahun, kemudian tidak ada evaluasi sama sekali. dari 2016 baru dievaluasi 2022 setelah ada masalah. setelah dilaporkan bahwa saldo kas 12 juta baru di gelar evaluasi. kami bergerak mulai melakukan penyehatan terhadap pinjaman-pinjaman itu sudah jelas bahwa sebab kemandekan UPK ada di kemacetan pinjaman dana bergulir yang ada di masyarakat. dalam perjalanan dengan tahu dan mau malah direktur yang kami pilih, kembali memunculkan simpan pinjam dengan besaran bunga yang kami tidak tahu, peruntukannya untuk siapa, kami tidak pernah tahu, karena tidak pernah dibahas tetapi dilaporkan ke inspektorat bawa uang itu habis dilepas kepada peminjam-peminjam’’.
Menurut Wens,’’ simpan pinjam itu sebuah wadah yang harusnya ada anggaran dasar anggaran rumah tangga tersendiri lagi tentang simpan pinjam. Diperuntuk kepada siapa, besarannya berapa, besaran bunganya ditetapkan berapa. Dan itu semua hanya Yan Siga yang tahu.’’
Lanjut Wens, "Tetapi waktu yang LHP baru terbaca bahwa dana itu tidak dilepas hanya untuk masyarakat Wolowae saja, tetapi juga buat masyarakat Aesesa dan Aesesa Selatan, yang nota bene dapil 1. Padahal itu uang Bum orang Wolowae, yang peruntukannya untuk masyarakat Wolowae. Yang jelas pasti ada sangkut pautnya dengan politik. Karena setelah 2016 menjadi direktur Bumad, 2019 Yan Siga ikut calon legislative. Dimasa itulah dana ini dilepaskan dan diakses oleh tidak terbatas manusia, dengan segmen yang tidak jelas. Pedagang-pedagang dapat uang itu, ASN dapat uang itu, para kepala desa dapat, minus saya, camat dapat, pegawai camat dapat. itu semua dilepas tanpa batasan tertentu.’’
Menurut Wens,’’ Bum ini kalau dituangkan dalam sebuah kesepakatan rapat kita menjalankan simpan pinjam lagi dengan target kita siapa, segmen pasar kita siapa. Yang pasti bahwa pilihannya pasti untuk memberdayakan masyarakat kecil, pedagang kecil, petani, nelayan. Tetapi tidak dengan Yan Siga. dia buat sesuka dia".
Lanjut Wens, ‘’ada satu hal yang sangat fatal, dalam LHP dibacakan bahwa Yan Siga meminjamkan 400 juta kepada BumAd Aesesa karena mereka membangun Ur Air di jalan ke mbay Dam yang sekarang mangkrak. Saya berharap dia melaporkan itu sebagai pernyataan modal tetapi tidak. Itu dipinjamkan. laporan di inspektorat dia pinjamkan 400 juta tanpa persetujuan para kepala desa sebagai pemilik modal kemudian uang itu hilang, dianggap sah-sah saja".
Tambah Wens, ‘’ada sekian asset dilaporkan. Asset tanah yang juga dilaporkan satu bidang di anakoli, satu bidang di Ratedao. Kami tidak tau berapa besar ukuranya, berapa besar harganya, karena tanpa persetujuan. Kemudian letak tanah ada di mana sampai saat ini kami para kepala desa tidak tahu. Hanya bilang ada di Anakoli dan Ratedao. Keputusan beli tanah, siapa yang suruh, dimana buktu-bukti kepemilikan tanah, sertifikat atau akta jual beli. Apakah dalam LHP ada atau tidak, kami tidak tau. Hanya Yan Siga yang tahu.’’
‘’Inspektorat yang melakukan audit ini jauh dari independensi. Mereka menjadi lembaga yang sangat tidak independen. Karena terbaca jelas hasil audit menyimpulkan ada temuan penyalahgunaan keuangan dari bendahara bernama herdianto 60 juta lebih. Kemudian dana itu masih ada beredar di masyarakat yang tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Yang digelontorkan secara suka-suka oleh pengelolah. inspektorat menyimpulkan bahwa sepanjang berdasarkan laporan sepanjang 2016 sampai dengan pemeriksaan itu dilaporkan BUM ini menghabiskan 700 juta untuk Operasional. Operasional bum antar desa 700 juta setelah dibentuk di tahun 2016. dasar hukumnya apa?
dimana ada keputusan yang menyatakan bahwa itu dibolehkan untuk dipakai sebagai operasional. Tidak ada. Operasional itu harus ditentukan dalam sebuah rapat. Tidak pernah dituangkan dalam sebuah perencanaan, tidak pernah ditetapkan gaji direktur berapa, insentifnya bendahara, pengurus berapa, tapi langsung disimpulkan sebagai operasional. Operasional harus ada dasar hukum. Tetapi inspektorat mengsahkan’’. Ungkap Wens.
Lanjut Wens,’’ dana bergulir total sekian, operasional sekian, dimana pendapatan bunga?. Lagi-lagi kami tidak tahu bunga berapa persen. Hanya Yan Siga yang tahu. Zaman PNPM ada banyak kelompok yang dibentuk. Tetapi zaman bumad, saya tidak tahu. Uang itu diberikan pada perorangan, bukan kelompok. Yang menerima adalah tokokh-tokoh, dengan deal-dealan. Untuk itu Bumad ini didiamkan karena menyentuh perorangan. Banyak orang yang tidak mau membuka ini. Karena mreka takut untuk mempertanggungjawabkan’’.
‘’Sampai disini dulu kurang lebih carut marut Bumad Kecamatan Wolowae. Kami punya kondisi Bum ini yang sangat merugikan masyarakat karena ada sekian sumber daya keuangan yang di main-mainkan untuk kepentingan pribadi. Karena sangat kebetulan kami memilih direktur seorang pemain politik. Ketika Yan Siga maju sebagai caleg, tidak ada pengunduran diri dari direktur Bumad. Sampai sekarang statusnya masih sebagai direktur. Dari 2022 sampai sekarang 60 juta saja belum dikembalikan ke kas negara’’, tutupnya.
Oleh karena itu masyarakat meminta keseriusan polres Nagekeo dan kejaksaan negeri Bajawa untuk mengusut tuntas persoalan ini karena persoalan ini dianggap telah merampas haknya rakyat kecil demi kepentingan diri sendiri.
(Red Newssurya/Sdr)
Posting Komentar